Supercooling

Supercooling, sebuah kondisi yang memungkinkan cairan tak membeku meski di bawah titik beku normal mereka, masih membuat para ilmuwan penasaran. Salah satu contoh fenomena tersebut bisa kita jumpai setiap hari dalam meteorologi, yaitu awan tinggi sebenarnya merupakan akumulasi tetesan air dalam kondisi superdingin di bawah titik bekunya,

Menurut Wikipedia Supercooling adalah proses pendinginan cairan di bawah titik bekunya, tanpa berubah fasa menjadi padat.

Suatu cairan di bawah titik bekunya akan membentuk kristal bila ada benih kristal atau nukleus di sekitar struktur kristal. Tetapi, kehilangan nukleus tersebut, cairan akan mempertahankan bentuk cairnya terus sampai suhu penahanan dinamik terjadi, dan cairan tersebut membeku menjadi padat amorfous — yaitu, padat non-kristalin.

Air tawar biasa normalnya memilik titik beku 0 °C; dan titik penahanan dinamik pada -39 °C

Tetesan air superdingin biasanya berada di awan stratiform dan kumulus. Mereka membentuk es bisa ditabrak oleh sayap pesawat dan menjadi kristal.

Setetes cairan emas-silikon pada permukaan silikon. Kelompok
pentagonal yang terbentuk pada permukaan itu
memperlihatkan struktur yang lebih padat dibanding emas
padat dan menghalangi cairan itu mengkristal pada temperatur
rendah hingga 300 Kelvin.

Para ilmuwan dari Commissariat a l’Energie Atomique et aux Energies Alternatives (CEA), Centre National de Recherche Scientifique (CNRS), dan ESRF, Prancis, telah menemukan sebuah penjelasan eksperimental tentang fenomena supercooling. Riset mereka dipublikasikan dalam jurnal Nature.

Cairan superdingin terperangkap dalam sebuah kondisi metastable meski berada di bawah titik bekunya. Itu hanya bisa terjadi pada cairan yang tak mengandung benih kristal yang dapat memicu kristalisasi. Awan pada lapisan atmosfer tinggi adalah contoh terbaik: mengandung butiran air, tapi ketiadaan benih kristal membuat air tidak membentuk es meski berada dalam temperatur rendah.

Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya terdapat ketidakmurnian kristalin yang bersinggungan dengan cairan yang akan memicu proses kristalisasi, dan akhirnya pembekuan. Pengendalian perilaku solidifikasi amat penting untuk berbagai aplikasi, semisal proses teknologi pencetakan sampai pertumbuhan semikonduktor nanostruktur.

Supercooling pertama kali ditemukan oleh Fahrenheit pada 1724, tapi hingga kini fenomena itu masih menjadi topik diskusi hangat. Lebih dari 60 tahun terakhir para ilmuwan berspekulasi bahwa supercooling berkaitan dengan struktur internal cairan yang tidak sesuai dengan kristalisasi.

Simulasi model mengajukan adanya fraksi atom cairan yang tersusun dalam kelompok segi lima yang terkoordinasi. Untuk membentuk sebuah kristal, cairan memerlukan struktur yang dapat diulang secara periodik, mengisi keseluruhan ruang. Itu tak mungkin terjadi dengan kelompok segi lima yang terkoordinasi.

Dalam analog dua dimensi, sebuah bidang tak bisa dipenuhi hanya dengan struktur pentagon. Sebaliknya, segitiga, segi empat, atau heksagon dapat mengisi sebuah bidang dengan sempurna. Dalam contoh ini, pentagon adalah kendala tercapainya kristalisasi.

Bukti bahwa struktur segi lima terkoordinasi adalah dasar supercooling itu berhasil ditunjukkan oleh para ilmuwan dari CEA, CNRS, dan ESRF ketika mempelajari struktur campuran emas dan silikon cair yang dipertemukan dengan permukaan silikon yang dilapisi dengan susunan atom pentagon. Temuan itu memberikan konfirmasi bahwa efek supercooling telah terjadi. “Kami mempelajari apa yang terjadi pada likuid yang dipertemukan dengan permukaan berstruktur pentagon,” kata Tobias Schälli, peneliti utama studi itu.

Eksperimen Supercooling :

sumber :

wikipedia : http://en.wikipedia.org/wiki/Supercooling

infokito:http://infokito.net/index.php/supercooling-mengapa-air-tak-membeku-dalam-awan